latest Article
Praktik dan Motif Jilbab Pasca Orde Baru
Jilbab dipandang sebagai simbol kesalehan universal yang mencerminkan keterlibatan Islam dalam kehidupan modern, sekaligus menolak narasi bahwa penggunaan jilbab adalah bentuk tradisionalisme atau anti-modernisme. Berawal dari kelompok kecil mahasiswi di akhir 1970-an, penggunaan jilbab meningkat pesat pada 1990-an seiring dengan kebangkitan Islam dan perubahan sosial politik. Setelah pelarangan penggunaan jilbab di ruang publik dihapus, terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah perempuan berjilbab, khususnya di kalangan mahasiswi kelas menengah.
Ular dalam Kosmologi Orang Jawa
Dulu, masyarakat Jawa menganggap ular dari bagian dari kosmik kehidupannya. Seperti lahirnya kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati. Sang Senopati harus terlebih beraliansi dengan Nyai Roro Kidul, sang ratu naga dari laut selatan (Schlehe, 1998, 144). Begitu juga dengan pandangan tentang Dewi Sri sebagai penguasa kesuburan dan padi.
Pesindhen: Nuansa Estetika-Erotik Jawa
Di Jawa tak ada perbedaan antara kenikmatan estetik dan erotik. Hal ini direpresentasikan oleh kesenimanan pesindhen. Sebagai seni yang memiliki akar kesejarahan sangat panjang di Jawa, pesindhen menampilkan ekspresi estetika dengan balutan erotika yang khas. Erotika tidak datang dari luar kehidupan sosialbudaya, melainkan lahir dari dinamika internal masyarakat Jawa sendiri.
Rasa dalam Mistisisme Jawa
Paul Stange dalam “The Logic of Rasa In Java” (1984) berpendapat bahwa dalam kultur Kejawen, rasa merupakan sebuah organ kognitif yang digunakan secara aktif dalam praktik mistik-spiritual. Melalui etnografi yang sangat mendalam ia menyimpulkan, rasa merupakan pola yang mendasari logika berpikir masyarakat Jawa. Hal ini hanya bisa diraih bila rasa itu telah diaktifkan melalui praktik mistik keseharian.
Perempuan Shakti di Jawa
Orang Jawa tidak menganggap penting urusan sanad. Istilah ini merujuk pada penarikan garis keturunan paternalatau dariayah. Dalam budaya Jawa, kualitas seseorang tidak sekedar didasarkan pada garis biologis semata, tetapi lebih karena keberadaan garis spiritual dari ibunya.
Sloka Jugul Muda: Wejangan untuk Para Raja
Jugul Muda merupakan salah satu sloka Islam tertua yang berisi nasihat bagi para raja Jawa dan rakyatnya agar selalu berbuat kebajikan serta meninggalkan segala perbuatan tercela. Dalam karya “The Javanese Way of Law: Early Modern Sloka Phenomena” (2019), Mason C. Hoadley menyebut wejangan dalam sloka tersebut berasal dari warisan ajaran Hindu Yuga tentang konsep kosmologi dan etika. Selain itu, nasihat-nasihat yang terdapat pada sloka Jugul Muda juga berasal dari ajaran sloka klasik yaitu sloka agama dan sloka ratu.
Akar Kepunahan Harimau di Jawa
Robert Wessing dalam “The Last Tiger in East Jawa: Symbolic in Ecological Change” (1995) menggambarkan kepunahan harimau Jawa disebabkan oleh perubahan pandangan kosmologis masyarakat Jawa terhadap harimau. Awalnya harimau dianggap perwujudan roh leluhur, tetapi pada masa Amangkurat ll (Era Mataram, 1677-1703), Keraton menggambarkan harimau sebagai gangguan, dan karenanya harus dimusnahkan. Kajian ini mungkin didukung secuil bukti kesejarahan, tetapi sangat tendensius karena mencuci dosa-dosa kolonialisme atas kepunahan harimau di Jawa