Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku

Di Jawa, konsep ngelmu hanya dapat diketahui berdasarkan ketajaman batin serta penghayatan pribadi, bukan dengan aktivititas otak atau pikiran (Soesilo, 2000). Fasenya,ada ngelmu kanuragan yang dikaitkan dengan fase Kanoman, dan ngelmu kasampurnan yang dikaitkan dengan fase Kasepuhan.

Dalam tradisi Mistisisme Jawa terdapat banyak ajaran ngelmu yang cukup variatif. Ajarannya dapat ditemukan dalam tradisi kanuragan, mantra, dan sebagainya. Pada dasarnya ekspresi ngelmu kental akan nuansa magis dan laku spiritual. Lebih menariknya lagi, ngelmu tersebut hanya bisa dipelajari oleh orang yang memilki dimensi spiritual yang tinggi. Karena pada dasarnya dimensi tersebut juga akan mempengaruhi tingkat pencapaiannya.

Ngelmu dalam konsepsi Jawa bukan merupakan pengetahuan yang diproses melalui akal pikiran akan tetapi dengan penghayatan batin. Jika ditelisik secara etimologi, konsep ngelmu nampak mirip dengan kata ‘ilmu’ dalam yang bermakna pengetahuan. Namun, dalam istilah Jawa, ngelmu lebih merujuk pada ‘gnosis’, yakni bentuk spiritual dari ilmu yang tidak hanya intelektual, tetapi juga intuitif (Stange, 1984).

Betapapun mirip, makna antara ilmu dengan ngelmu terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Ilmu adalah pengetahuan yang sistematis, disusun berdasarkan metode tertentu dengan menggunakan struktur logika. Lain halnya dengan ngelmu yang hanya dapat diketahui berdasarkan ketajaman batin serta penghayatan pribadi, bukan dengan aktivititas otak atau pikiran (Soesilo, 2000). Pada intinya ngelmu
berkaitan dengan ajaran mistisisme Jawa yang diperoleh dengan penuh penghayatan batin.

Selain diproses dengan penghayatan batin, kenyataannya praktik ngelmu juga cukup beragam. Jika diklasifikasikan berdasarkan rangkaian ajarannya, makan akan tampak keadaan Jiwa (batin) seseorang yang mempelajarinya seperti siklus kehidupan yang terangkum dalam tembang macapat di Jawa. Siklus yang dimulai dari Maskumambang (fase yang menggambarkan masa sesorang masih dalam kandungan), sampai fase Pucung (fase yang menggambarkan sesorang meninggalkan kehidupan dunia).

Pengajaran ngelmu yang berorientasi kebatinan dimulai pada fase Kanoman yang secara substansif bermakna nom bermakna muda (Grave, 2014). Sama halnya fase Sinom (fase yang menggambarkan jiwa-jiwa anak muda) pada tembang Macapat. Pada tahap ini biasanya mereka akan belajar ngelmu kanuragan, berasal dari bahasa Sanskerta ‘anuraga’ yang berarti membuat diri sendiri dicintai (Grave, 2023).

Makna dari “membuat diri sendiri dicintai” dipahami dalam arti mengembangkan potensi karismatik seseorang. Karisma secara langsung berkaitan dengan dimensi ketuhanan, melalui bentuk pemujaan terhadap leluhur (Grave, 2018). Secara bahasa ajaran kanuragan merepresentasikan jiwa anak muda yang menggeluti ilmu ini.

Ajaran kanuragan berorientasi pada perlindungan diri yang diinisiasi melalui ritual rahasia sebagai sumber pertolongan diri untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan, kesejahteraan, perlindungan diri, dan sebagainya. Hal ini juga dicirikan dengan dua elemen sebagai fondasinya (Grave, 2014). Elemen pertama dalam ajaran ngelmu yang berkaitan dengan siklus kehidupan dan khususnya kelahiran. Dalam konsepsi Jawa, ketika manusia lahir di bumi, ada empat roh saudara yang menemaninya. Konsep ini disebut dengan Sedulur Papat.

Diantara mereka ada kakang atau kakak laki-laki, kawah atau air ketuban, adhik yang berarti ari-ari atau plasenta, getih atau darah, serta puser atau tali pusar (Grave, 2001). Inisiasi kanuragan bertujuan untuk menggunakan kekuatan dari keempat roh bersaudara tersebut (Grave, 2014).

Untuk bisa mengetahui dan menggunakan kekuatan dari keempat saudara tersebut, pelaku ngelmu biasanya menggunakan rapal atau mantra yang kemudian diaktifkan melalui laku pasa atau jalan berpuasa. Selama berpuasa, pembelajar harus menghindari marah apalagi berkelahi atau melakukan hubungan seksual. Yang terpenting adalah menghindari ketidakharmonisan emosi yang dipicu oleh penggunaan panca indera yang tidak seimbang (Grave, 2014). Untuk menjaga emosi agar tetap dalam keharmonisan, diperlukan usaha untuk tetap manunggal dengan sukma rasa atau menyatukan indera pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, dan perasaan (Hellman, 2009). Setelah proses pengenelan sedulur papat dapat dilalui, kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran terhadap elemen kedua dari ngelmu kanuragan, biasa disebut dengan Aji (Grave, 2014).

Dalam ajaran kanuragan kosep mengenai aji cukup beragam, diantaranya ada Aji Brojomusti (Aji untuk melindungi diri dari segala macam senjata tajam), Aji Bandungbondowoso (Aji kesaktian kanuragan, yang mengutamakan kekuatan dan keberanian), Aji Supiangin (Kesaktian yang bersumber dari kekuatan angin), dan Aji Panglimunan (Aji untuk meghilang atau tembus pandang), dan Aji-Aji lainnya (Ki Wirodipo, 1986). Kesaktian dalam kanuragan diwujudkan dalam bentuk Aji tersebut, yang dikuasai oleh subyeknya melalui inisiasi. Namun ada kalanya Aji juga dapat diturunkan atau diwariskan kepada seseorang (Grave, 2023). Setelah elemen Aji dan penguasaan terhadap sedulur papat dilalui, maka kesaktian dalam ngelmu kanuragan bisa terwujud.

Selain ngelmu kanuragan yang biasa dipelajari orang pada fase Kanoman, ada juga ngelmu yang dipelajari pada orang pada fase Sepuh atau tua, biasa disebut Kasepuhan. Pada fase ini mereka biasanya mempelajari ngelmu kasampurnan. Suatu konsep ajaran yang berorientasi pada pencapaian kesempurnaan didapati dengan penerimaan inspirasi dan kekuatan Ilahi, biasa disebut wahyu (Grave, 2014). Ajaran tersebut dimulai dengan pengolahan roso atau rasa yang ada dalam diri hingga pada tahap merasakan roso sejati atau rasa yang hakiki. Pengolahan rasa biasanya dilakukan dengan semadi atau Meditasi, dalam bentuk paling intensif seperti tapa, yang terdiri atas duduk lurus berdiam diri secara mutlak dan mengosongkan kehidupan dalam diri dari semua isi duniawi sejauh mungkin (Geertz, 1960).

Proses tersebut juga harus dilalui dengan laku pasa atau berpuasa, dengan menjauhkan diri dari minat duniawi seperti tidur, dan aktifitas seksual untuk jangka waktu yang relatif lama (Geertz, 1960). Setelah mencapai tahap merasakan roso sejati yang dilalui dengan laku semadi, pada puncaknya pelaku akan mendapatkan wahyu. Konsep wahyu bisa berbentuk seperti bintang yang jatuh dari langit biasa disebut dengan istilah nuratau cahaya (Grave, 2014).

Cahaya tersebut merujuk pada esensi sejati dari kehidupan yang berkaitan dengan ‘jiwa’ (batin). Untuk masuk ke dalam hubungan antara jiwa dengan nur, kekuatan konsentrasi harus matang, seseorang harus dapat membedakannya dengan mata jiwa. Penyatuan nur dan jiwa memungkinkan seseorang ke-wahyu-an (Grave, 2014).

Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa ngelmu dalam ajaran mistisisme Jawa penuh dengan nuansa spiritual. Dilalui dengan laku berpantang, menjauhi sesuatu yang besifat keduniawian untuk mengasah rasa yang ada dalam diri. Praktik ngelmu lebih merujuk pada praktik spiritual yang menggunakan rasa dalam diri, bukan dengan akal pikiran.

Selain itu, ajaran ngelmu di Jawa juga merepresantikan keadaan jiwa (batin) seseorang yang mempelajarinya. Seakan tampak seperti siklus kehidupan yang terangkum dalam tembang Macapat. Dibuktikan dengan ajaran kanuragan yang mulai dipelajari dalam keadaan jiwa (batin) relatif muda. Pada tahap ini orang yang mempelajarinya disebut Kanoman. Secara substansif Kanoman berarti muda atau nom dalam bahasa Jawa. Kemudian ngelmu kasampurnan yang dipelajari orang pada fase Kasepuhan yang berarti sepuh atau tua. Pada fase ini orang sudah mulai menghindar dari sifat keduniawian serta fokus untuk mendekatkan diri pada hakikat Tunggal. []

Terpopuler

Harimau Jawa, Riwayatmu Kini!

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaicus) telah lama dinyatakan punah, namun jejaknya tetap hidup...

Penyihir dan Kontrol atas Tubuh Perempuan

Perempuan sakti di beberapa budaya dicitrakan negatif dalam politik ingatan. Mereka digambarkan...

Kemerosotan Tayub

Tayub merupakan tarian Jawa yang kontroversial karena nuansa erotik dan ritual mistisnya. Melalui...

Waranggana

Waranggana merupakan simbol perempuan Jawa yang kuat dan mandiri, berperan penting dalam ekonomi dan...

Desa Proyek Kolonial?

Desa di Jawa yang kita kenal saat ini merupakan hasil proyek kolonial yang melembagakan struktur...

Integrasi Kurikulum Nasional di Pesantren

Proses Integrasi kurikulum nasional di pesantren Indonesia dan Thailand Selatan mencerminkan dua...

Ragam Messianisme Di Indonesia

Messianisme di Indonesia mencerminkan keragaman budaya dan sejarah masyarakat yang meliputi...

Bakung 1967-1968: Potret Kelam Perang Pangan

Bakung 1967-1968 menggambarkan konflik antara Orde Baru (Orba) dan PKI yang menggunakan pangan...

Dukun Manten di Jawa

Dukun pengantin dalam tradisi pernikahan Jawa memainkan peran penting sebagai pembimbing spiritual...